MODEL – MODEL PEMBELAJARAN
MATEMATIKA KURIKULUM 2013
Matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan
pada semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah,
sampai sekolah tinggi. Akan tetapi, sampai saat ini matematika masih dianggap
sebagai mata pelajaran yang sulit bagi sebagian besar siswa. Hal ini terlihat
dari masih rendahnya prestasi belajar matematika.
Selama ini masih banyak guru yang mengajar masih
menggunakan metode konvensional seperti ceramah dimana guru dianggap sebagai
sumber ilmu yang mempunyai peranan sangat penting di dalam kelas dan dalam
kelas guru hanya menyampaikan materi dan memberikan contoh soal. Sedangkan
siswa cukup mendengarkan materi yang disampaikan, kemudian mencatat apa yang
disampaikan guru, dan mengerjakan soal yang diberikan guru. Sedangkan
konsep-konsep yang ada hanya diingat dan dihafalkan.
Untuk mengatasi permasalahan seperti itu, salah
satu alternatif penyelesaiannya adalah dengan menggunkan model-model
pembelajaran matematika, diantaranya yaitu :
A.
MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG (DIRECT INTRUCTION)
Pengajaran Langsung merupakan suatu model
pengajaran yang sebenarnya bersifat teacher center. Dalam menerapkan model
pengajaran langsung guru harus mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan
yang akan dilatihkan kepada siswa secara langkah demi langkah. Karena dalam
pembelajaran peran guru sangat dominan, maka guru dituntut agar dapat menjadi
seorang model yang menarik bagi siswa.
Pada model pembelajaran langsung terdapat lima fase
yang sangat penting. Guru mengawali pelajaran dengan pekerjaan tentang tujuan
dan latar belakang pembelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk menerima
penjelasan guru.
Fase persiapan dan motivasi ini kemudian diikuti
oleh presentasi materi ajar yang diajarkan atau demonstrasi tentang
keterampilan tertentu. Pelajaran ini termasuk juga pemberian kesempatan kepada
siswa untuk melakukan pelatihan dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan
siswa. Pada fase pelatihan dan pemberian umpan balik tertentu, guru perlu
selalu mencoba memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan
atau keterampilan yang dipelajari kedalam situasi kehidupan nyata. Rangkuman
kelima fase tersebut dapat dilihat pada table 1.
B.
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil
belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan
sosial (Ibrahim, dkk, 2000:7).
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang
dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami
konsep yang difasilitasi oleh guru.
Model Pembelajaran Kooperatif, dibatasi
sebagai lingkungan belajar dimana siswa bekerja sama dalam suatu kelompok kecil
yang kemampuannya berbeda-beda untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Pembelajaran kooperatif dapat diartikan sebagai model pembelajaran yang
menekankan pada keaktifan siswa dalam kelompok kecil, mempelajari materi
pelajaran dan mengerjakan tugas.
1)
Model Pembelajaran Bertukar Pasangan, model
pembelajaran bertukar pasangan termasuk pembelajaran dengan tingkat mobilitas
cukup tinggi, di mana siswa akan bertukar pasangan dengan pasangan lainnya dan
nantinya harus kembali ke pasangan
2)
Model pembelajaran Two Stay Two Stray / Dua Tinggal
Dua Tamu, merupakan model pembelajaran yang memberi
kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan
kelompok lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi/bertamu
antar kelompok untuk berbagi informasi.
3)
siswa berpasangan, yaitu Pair Check. Model
pembelajaran ini juga untuk melatih rasa sosial siswa, kerja sama dan kemampuan
memberi penilaian
4)
Model Pembelajaran Berpikir-Berpasangan-Berempat
dalam mengembangkan Kecakapan Komunikasi
5)
Tipe Kepala Bernomor, teknik
belajar mengajar kepala bernomor dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Teknik
ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, tehnik ini juga
mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka.
6)
Model Pembelajaran Snowball Throwing, melatih siswa
untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan
tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan tidak
menggunakan tongkat seperti model pembelajaran Talking Stik akan tetapi
menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas
lalu dilempar-lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu
membuka dan menjawab pertanyaannya.
7)
Bola Salju (Snowballing), dinamakan
metode snow balling dikarenakan dalam pembelajaran siswa melakukan tugas
individu kemudian berpasangan. Dari pasangan tersebut kemudian mencari pasangan
yang lain sehingga semakin lama anggota kelompok semakin besar bagai bola salju
yang menggelinding. Metode ini digunakan untuk mendapatkan jawaban yang
dihasilkan dari siswa secara bertingkat. Dimulai dari kelompok yang lebih kecil
berangsur-angsur kepada kelompok yang lebih besar sehingga pada akhirnya akan
memunculkan dua atau tiga jawaban yang telah disepakati oleh siswa secara
kelompok
8)
Model Pembelajaran Round Club Atau Keliling
Kelompok, adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok
untuk bekerjasama saling membantu mengkontruksi konsep. Menyelesaikan persoalan
atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif
(kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang, siswa
heterogen (kemampuan gender, karakter) ada control dan fasilitasi, serta
meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi
9)
Bamboo Dancing, pembelajaran dengan
metode bamboo dancing sangat baik digunakan untuk mengajarkan berkaitan
informasi – informasi awal guna mempelajari materi selanjutnya. Dengan
menggunakan metode bamboo dancing diharapkan terjadi pemerataan informasi atau
topik yang diketahui oleh siswa. Metode bamboo dancing tentunya sangat
bermanfaat guna pembelajaran di kelas agar lebih variatif sehingga tidak
membosankan siswa. Adapun
C.
MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses
pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut
peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam
memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan
berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang
sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Pengertian
Pembelajaran Problem Based-learning :
Pembelajaran
berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah
kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang
menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk
memecahkan masalah dunia nyata (real world).
Pembelajaran
berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar
bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan
dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik
pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada
peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang
berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan.
D.
MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING
AND LEARNING)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching
Learning) mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari makna konteks
sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang melalui pencarian hubungan
masuk akal dan bermanfaat. Melalui pemaduan materi yang dipelajari dengan
pengalaman keseharian siswa akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang
mendalam. Siswa akan mampu menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan
masalah-masalah baru dan belum pernah dihadapinya dengan peningkatan pengalaman
dan pengetahuannya. Siswa diharapkan dapat membangun pengetahuannya yang akan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan memadukan materi pelajaran yang
telah diterimanya di sekolah.
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching
Learning) merupakan satu konsepsi pengajaran dan pembelajaran yang
membantu guru mengaitkan bahan subjek yang dipelajari dengan situasi dunia
sebenarnya dan memotivasikan pembelajar untuk membuat kaitan antara pengetahuan
dan aplikasinya dalam kehidupan harian mereka sebagai ahli keluarga, warga
masyarakat, dan pekerja
E.
MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING (DISCOVERY
LEARNING)
Discovery Learning adalah proses belajar yang di
dalamnya tidak disajikan suatu konsep dalam bentuk jadi (final), tetapi siswa
dituntut untuk mengorganisasi sendiri cara belajarnya dalam
menemukan konsep. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can
be defined as the learning that takes place when the student is not presented
with subject matter in the final form, but rather is required to organize it
him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar ide Bruner ialah
pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam
belajar di kelas.
Bruner memakai metode yang disebutnya Discovery
Learning, di mana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu
bentuk akhir (Dalyono, 1996:41). Metode Discovery Learning adalah memahami
konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai
kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu
terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa
konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi,
pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive
process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of
assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik,
2001:219).
0 Comments